“Republik” Lan Fang–seperti istilah yang sering terdengar — yang pernah di bentuk oleh orang orang Hakka dari Guangdong pada akhir abad ke-18. “Republik” ini berlangsung selama 107 tahun lamanya dan mencatat 10 “presiden” yang pernah memimpin di “republik” yang berlokasi di Kalimantan Barat ini. “Presiden” pertamanya adalah Lo Fang Pak atau Luo Fangbo 羅芳伯 . Beliau dilahirkan tahun 1738 di Guangdong , Meixian, pada tahun ke-3 Dinasti Qing dimasa pemerintahan Qianlong . [Zhou Nanjing , p394] [ Benny Setiono , p189-193]
Walau demikian istilah “Presiden” dan “Republik” diatas diberikan tanda kutip karena sebenarnya Lan Fang adalah kongsi atau Gong Si. Mungkin karena sifatnya yang meluas hingga memiliki wilayah sendiri , angkatan bersenjata sendiri serta pemerintahan sendiri maka dianggap “republik”. Banyak kongsi-kongsi lain yang kepemimpinannya dipilih secara demokratis tapi kongsi-kongsi itu tidak berkembang menjadi seperti “republik” atau tidak mengembangkan diri seperti halnya Lan Fang kongsi. Dan juga ada kemiripan dengan serikat rahasia yang pemimpinnya tidak berdasarkan keturunan.
Lo Fang Pak melakukan perjalanan melalui Han Jing kemudian ke Swatow dan menyusuri pantai Vietnam. Pada tahun 1772 Lo Pak Fang tiba di Kalimantan Barat dengan 100 anggota keluarganya. Lo Pak Fang pernah mempunyai anak dari kehidupan berumah tangga dikampung halamannya, namun pada zaman itu tradisi Hakka tidak membawa isteri keluar negeri. Awalnya ia menjadi guru di daerah Pontianak, kemudian membuka tambang emas sendiri. Pada 1777 ia mendirikan “Lan Fang Kongsi”. Kantor Pusat di Montrado menduduki tambang emas itu selama beberapa puluh tahun. Pada 1794 ia membantu Sultan Pontianak melawan Sultan Mempawah . Lo disebut “Bung Besar” Montrado.
Sultan Mempawah kalah dalam perang lalu bergabung dengan Dayak dan melakukan serangan balasan. Lo Fang Pak kembali mematahkan kekuatan Sultan Mempawah, malah kali ini Sultan Mempawah didesak terus ke utara sampai Singkawang, kemudian konflik ini berakhir dengan Sultan Singkawang dan Sultan Mempawah menandatangani perjanjian perdamaian dengan Lo Fang Pak. Setelah itu, rakyat, dan orang Tionghoa didaerah itu bergabung dengan Lo Fang Pak untuk mencari perlindungan, dan Sultan Pontianak menyadari bahwa dia tidak sanggup melawan kekuatan militer Lo Fang Pak, maka Sultan sendiri meminta perlindungan dari Lo Fang Pak.
KONGSI
Asal muasal daerah para pendatang Tionghua di Kalimantan seperti halnya Lo Fang Pak , umumnya berasal dari Guangdong [Schaank , p10]. Suku-sukunya antara lain Hakka dan Hoklo [Fulao, Schaank , p11]. Para pekerja tambang itu pada mulanya sudah memiliki banyak sekali perhimpunan, namun lambat laun membentuk ikatan lebih besar yang disebut Kong-si. Pada zaman itu sudah ada 17 Kongsi, tetapi Veth menghitung ada 24 perhimpunan di Montrado.
Ketika Lo Fang Pak mendirikan Kongsi Lan Fang atau Lan Fang Kongsi , belum ada pemerintahan yang menguasai daerah tersebut. Maka semua hukum dan undang-undang yang berlaku disitu beliau yang menyusunnya. De Groot sangat kagum sejumlah pendatang campur-aduk yang berasal dari kaum petani biasa di Tiongkok mampu mendirikan negara dengan organisasi yang rapih dan terpimpin dimana berlaku hukum, ketertipan dan disiplin. [De Groot , 1885]
Lo Fang Pak mengelola “Lang Fang Kongsi” dengan sangat demokratis.Lo Fang Pak dalam masa kepemimpinannya telah menjalankan system perpajakan [belasting] termasuk pajak perjudian [speeltafels] , dan mempunyai kitab undang undang hukum, menyelenggarakan system pertanian dan pertambangan yang terarah, membangun jaringan transportasi, penjualan opium [verkoop van opium] , arak [belasting op de particuliere arak stokerijen] . [Schaank , p99-104].
Dari manakah semangat republik dan demokratis yang besar itu, sedangkan orang-orang Barat selalu mengira kekuasaan di Tiongkok bersifat absolutis? De Groot telah mempelajari keadaan di Tiongkok dan berkesimpulan semua ini adalah warisan adat-istiadat dan sistem kebijaksanaan dari negara leluhur. De Groot menamakan mereka “… a free people, keen on its self established republican independency…”. Komisaris pemerintah kolonial Willer dalam tulisannya yang berjudul “Kronijk (chronicle) Van Mampawa En Pontianak” menyebut Lan Fang sebagai “republik konstitusional dibawah kekuasaan tritunggal (triumvirate)”.
Lo Fang Pak juga mengusahakan ketahanan ekonomi berdikari lengkap dengan perbankannya. Sistem pendidikan tetap diperhatikan bahkan semakin dikembangkan, seperti diketahui bahwa Lo Fang Pak sendiri asalnya memang seorang guru. Tahun 1795 ia meninggal dan dikebumikan di sana. Pemimpin dari Lan Fang terus dijabat secara bergantian secara rutin berdasarkan semacam pemilihan umum. Lo Fang Pak wafat pada tahun 1795, beliau sempat tinggal di Borneo selama lebih dari 20 tahun.
Van Rees seorang Belanda , memberi kesaksian tentang pergaulan sama rata di kongsi-kongsi itu. Orang yang berpangkat paling tinggi duduk berdampingan dengan kuli yang paling miskin. Menurut van Rees didalam penghidupan sehari-hari orang Tionghoa tidak mempersoalkan tingkat dan pangkat. Penguasa sipil Sambas bernama Muller dan seorang pejabat Belanda bernama Veth juga menyaksikan hubungan sama-rata.
De Groot selanjutnya: “Orang yang terendah pun setiap waktu dapat menghubungi pimpinan. Tiada pemimpin yang merasa tersinggung bila seorang dari rakyat-biasa memasuki ruang kerjanya untuk membicarakan urusan-urusan kecil. Bila bertemu dipersimpangan jalan, pemimpin dan rakyat-biasa saling menyambut dengan ramah.
Para saksi mata juga kagum tenaga kerja orang-orang Tionghoa. Hutan ditebang dan tanah yang tidak begitu subur dijadikan sawah, kebun gula dan kebun buah-buahan. Dikatakan tiada suku lain di dunia dalam keadaan yang sama dapat mewujudkannya. Bekerja dibawah terik panas matahari daerah khatulistiwa dari subuh hingga matahari terbenam, dipersukar oleh kekuasaan Belanda, tanpa perlindungan dari pemerintah tanah leluhur, tanpa modal, hanya dengan kecerdikan dan semangat-berusaha (spirit of enterprise). Menjalin hubungan keluarga dengan penduduk non-tionghoa setempat melalui pernikahan, secara umum terjadi sedari permulaan. Mendirikan sekolahan-sekolahan merupakan salah satu usaha yang utama, sekalipun didesa-desa yang kecil. Diantara kaum Tionghoa sukar dijumpai orang yang buta-huruf.
Mereka disukai penduduk setempat sebagai tenaga yang berharga. Tidak seperti pihak Belanda yang dimana-mana datang dengan kapal perang, serdadu dan senapan. Dengan suku Dayak Batang-lupar dan Punan yang ditakuti sebagai pengayau (penggorok kepala) pun orang-orang Tionghoa dapat memelihara hubungan yang baik. Sedangkan tidak ada orang Eropa yang berani berhadapan dengan suku-suku tersebut tanpa pengawal yang kuat. Demikianlah kesaksian pejabat-pejabat Belanda jaman itu.
Pada saat Lan Fang Kongsi memasuki masa pemimpin ke-5, Liew tai Er, Belanda mulai menjalankan ekspansinya di Indonesia dan mulai masuk ke Tenggara Borneo. Lama kelamaan Lan Fang kehilangan hak otonomi-nya, dan mulai menjadi bagian dari Hindia Belanda. Kemudian Belanda membuka kantor kolonialnya di Pontianak dan mencampuri urusan Lan Fang Kongsi. Pada tahun 1884, Singkawang yang menolak dijajah oleh Belanda, mendapat serangan dari Belanda dan Belanda akhirnya menduduki Lan fang Kongsi (1885). Meskipun Belanda berhasil menghancurkannya, daerah tersebut baru tahun 1912 berhasil diamankan. Sisa pusat perlawanan Lan Fong pertama-tama menyingkir ke Sarawak. Disana mereka terkenal dibawah bendera Sam Tiam Hui.
Ada juga orang Lan Fang yang lari ke Sumatra bergabung lagi di Medan. Dari sana mereka menyebar ke Kuala Lumpur dan Singapura. Salah seorang dari keturunannya adalah Lee Kuan Yew. Hakka adalah kelompok minoritas di Singapura, namun orang Hakka memainkan peran penting dalam mendirikan Lan Fang Kongsi yang kedua di Singapura.
Lan Fang Kongsi yang dirintis oleh Lo Fang Pak ini berusia 107 Tahun dan lebih lama daripada negara persatuan Jerman bentukan Bismarck, yang setelah kira-kira 75 tahun pecah menjadi Jerman Timur dan Barat. Ditambah 12-13 tahun setelah dipersatukan lagi juga belum 100 tahun. Belgia terbentuk tahun 1830 hingga kini 173 tahun dan dengan demikian berumur kurang daripada self-government orang-orang Tionghoa di Palembang yang menurut Victor Purcell berlangsung selama 200 tahun.
Referensi :
- S.H. Schaank , “De Kongsi’s Van Montrado : Bijdrage Tot De Geschiedenis en De Kennis van Het Wezen Der Chineesche Vereenigingen Op De Westkust van Borneo , Batavia , 1893 dalam Ivan Taniputera , “Resensi Buku De Kongsi’s Van Montrado” , Budaya Tionghoa , 30 November 2011S.H. Schaank , “De Kongsi’s Van Montrado : Bijdrage Tot De Geschiedenis en De Kennis van Het Wezen Der Chineesche Vereenigingen Op De Westkust van Borneo , Batavia , 1893 dalam Ivan Taniputera , “Resensi Buku De Kongsi’s Van Montrado” , Budaya Tionghoa , 30 November 2011
- Zhou Nanjing , p394
- Benny Setiono , p189-193
- Kao Cungxi , “The Book Hakka People – Jews Of The Orient” dalam Dr Irawan , Dr Fritz Hong , “Republik Pertama Di Nusantara – Lanfang” , Mailing-List Budaya Tionghua No 11242 , Budaya Tionghoa No 1505
- Dr. J.J.M. de Groot , “Het Kongsiwezen van Borneo” , 1885 , Lihat Sie Hok Tjwan
- Willer , “Kronijk (chronicle) Van Mampawa En Pontianak” , Lihat Sie Hok Tjwan
- Sie Hok Tjwan , ” Sejarah Keturunan Tionghoa Di Asia Tenggara Yang Tidak Dikenal Khalayak Ramai – Kalimantan Barat” , Mailing-List Budaya Tionghua No 1489 – 24 Maret 2004 , Budaya Tionghoa No 158